korean



Senin, 28 Maret 2011

ANALISA GAS DARAH

ANALISA GAS DARAH


A. DEFINISI

Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasian penyakit berat dan menahun.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga pemeriksaan ASTRUP yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri.
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbagan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar biokarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penelitian analisa gas darah dan keseimbangan asam-basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu :
 Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu :
1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
2. Sistem dapar fosfat
3. Sistem dapar protein
4. Sistem dapar hemoglobin
 Mekanisme pernafasan

 Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari :
1. Reabsorsi ion HCO3-
2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
3. Sekresi ammoniak

B. KEGUNAAN

• Analisis gas darah digunakan untuk diagnosa dan pengelolaan :
 Penyakit pernafasan
 Pemberian oksigen
 Kadar oksigenasi dalam darah
 Kadar CO2
 Keseimbangan asam-basa
 Ventilasi

• Pemilihan bagian analisa gas darah :
- Kriteria tergantung pada :
a. Ada tidaknya sirkulasi koleteral
b. Seberapa besar arteri
c. Jenis jaringan yang mengelilingnya
- Bagian-bagian yang tidak boleh dipilih :
a. Adanya peradangan
b. Adanya iritasi
c. Adanya edema
d. Dekat dengan luka
e. Percabangan arteri dengan fistula

C. LOKASI PENGAMBILAN GAS DARAH

• Arteri radialis
Yaitu arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu jari.
a. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai darah dari beberapa arteri).
b. Bila terjadi kerusakan RA pada saat pengambilan, ulnar arteri akan mensuplai darah ke tangan. Padahal ulnar arteri tidak boleh digunakan untuk ABG.
c. Bila tidak ditemukan sirkulasi korateral, RA tidak boleh digunakan.
d. Hematoma pada RA jarang terjadi karena adanya tekanan diatas ligamen dan tulang pada pergelangan.
e. Kesulitan :
o Ukuran arteri kecil
o Sulit diperoleh kondisi pasien dengan curah jantung yang rendah.



• Arteri branchialis
Yaitu arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fossa, terselip diantara otot bisep.
a. Ukuran arteri besar sehingga mudah untuk dipalpasi dan ditusuk.
b. Sirkulasi koleteral cukup, tidak sebanyak RA.
c. Kesulitan :
o Letak arteri lebih dalam
o Letaknya dekat dengan basilic vena dan syaraf median.
o Hematom mungkin terjadi


• Arteri femoralis
Yaitu arteri yang paling besar untuk ABG. Berada pada permukaan paha bagian dalam, disebelah lateral tulang pubis.
a. Dapat dilakukan ABG sekalipun pasien dengan curah jantung yang rendah.
b. FA hanya digunakan dalam kondisi gawat darurat atau sulit mendapat arteri lain.
c. Kesulitan :
o Sirkulasi koleteral sedikit sehingga mudah terjadi infeksi pada tempat pengambilan.
o Sulit untuk aseptis
o Pada orang tua, gangguan dinding arteri sebelah dalam
o Letaknya dekat dengan vena paha.



• Bagian arteri lainnya
- Pada bayi : arteri kulit kepala, arteri tali pusat
- Pada orang dewasa : arteri dorsal pedis


D. PROSEDUR PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH

 Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran).
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran).

 Rentang nilai normal
• pH : 7,35 – 7,45
• PCO2 : 35 – 45 mmHg
• PO2 : 80 – 100 mmHg
• HCO3 : 22 – 26 meq/L
• TCO2 : 23 – 27 mmol/L
• BE : 0 ± 2 meq/L
• Saturasi O2 : 95 % atau lebih

 Tabel gangguan asam basa

Jenis gangguan pH PCO2 HCO3
Acidosis respiratori tidak terkonpensasi



Alkalosis respiratori tidak terkonfersasi



Acidosis metabolik tidak terkompensasi

N
Alkalosis metabolik terkompensasi



Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolik N
N
Asidosis metabolik kompensasi alkalosis respiratorik
N


Alkalosis metabolik kompensasi asidosia respiratorik
N



 Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
 Indikasi
• Pasien dengan penyakit obtruksi paru kronik
• Pasien deangan edema pulmo
• Anestesi yang terlalu lama
• Klien dengan perubahan status respiratori
• Resusitasi cardiac arrest
• Post pembedahan coronary arteri baypass
• Klien syok
• Infark miokard
• Pneumonia
• Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

 Cara melakukan ALLEN’S TEST
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.


 Persiapan alat untuk test ABG
• Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
• Heparin
• Yodium-povidin
• Penutup jarum (gabus atau karet)
• Kasa steril
• Kapas alkohol
• Plester dan gunting
• Pengalas
• Handuk kecil
• Sarung tangan sekali pakai
• Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
• Wadah berisi es
• Kertas label untuk nama
• Thermometer
• Bengkok

 Prosedur cara kerja
 Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
 Cek alat-alat yang akan digunakan
 Cuci tangan
 Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
 Perkenalkan nama perawat
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
 Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
 Tanyakan keluhan klien saat ini
 Jaga privasi klien
 Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
 Posisikan klien dengan nyaman
 Pakai sarung tangan sekali pakai
 Palpasi arteri radialis
 Lakukan allen’s test
 Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
 Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
 Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol
 Berikan anestesi lokal jika perlu
 Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
 Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
 Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
 Ambil darah 1 sampai 2 ml
 Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
 Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
 Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
 Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
 Ukur suhu dan pernafasan klien
 Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
 Kirim segera darah ke laboratorium
 Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
 Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
 Cuci tangan
 Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
 Berikan reinforcement positif pada klien
 Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
 Akhiri kegiatan dan ucapkan salam

 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD
 Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
 Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
 Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
 Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

 Komplikasi pada analisa gas darah
a. Rasa takut
b. Infeksi dan pembentukan trombus
c. Hematoma
d. Arteriospasm (respon refleks kontriksi dari otot arteri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar